Sekilas Tentang Masyarakat Bima- Dompu
Daerah Bima (Mbojo ) dan Dompu didiami oleh dua kelompok penduduk asli, yaitu Dou Mbojo( Suku Mbojo=orang Bima) dan Dou Donggo(Suku Donggo). Menurut para sejarahwan dan antropolog budaya, bahwa Dou Mbojo dan Dompu berasal dari kelompok masyarakat hasil pembauran penduduk asli dengan kaum pendatang dari Sulawesi Selatan terutama dari Makassar. Proses pembauran itu berlangsung sejak zaman Kerajaan sampai zaman kesultanan (Abad 11 hingga awal abad 20). Pernikahan silang antara penduduk asli dengan suku Makassar berlangsung pada masa pemerintahan Raja Manggampo Donggo awal abad 16 M sampai akhir masa pemerintahan Sultan Abdullah pada tahun 1868 M.
Sedangkan suku Donggo adalah kelompok penduduk asli yang bermukim di pegunungan dan dataran tinggi di sebelah barat dan tenggara teluk Bima yang dikenal dengan Donggo Ipa dan Donggo Ele. Orang Donggo Ipa bermukim di sebelah barat teluk Bima di gugusan pegunungan Soromandi. Sedangkan Donggo ele bermukim di sekitar pegunungan La Mbitu.
Kelompok Masyarakat hasil pembauran inilah yang merupakan cikal bakal suku Bima dan Dompu. Dalam perkembangannya mereka menjadi penduduk mayoritas di daerah Bima dan Dompu. Selain sebagai petani, mereka juga menjadi pelaut. Mereka gemar merantau untuk mencari nafkah dan menuntut ilmu. Mereka juga terkenal sebagai orang-orang yang ulet, berani dan taat pada agama Islam.
Masyarakat Bima-Dompu memiliki kebudayaan yang hampir sama dengan kebudayaan suku Makassar dan Bugis. Adat Istiadat, bahasa dan seni mereka sangatlah mirip. Demikian pula dengan alat kelengkapan hidup seperti rumah, senjata dan pakaian adatnya. Sebagai masyarakat yang taat kepada agama Islam, maka kebudayaan termasuk adat Istiadatnya berpedoman pada hukum Islam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Masyarakat Bima dan Dompu berasal dari asal usul Budaya yang sama, mulai dari Bahasa, Adat Istiadat, agama yang dianut,sistim kekerabatan, seni budaya dan pola hidupnya.
Kota Di Tepi Teluk
Kota Bima terletak di tepi Teluk Bima. Secara geografis Kota Bima terletak di pulau Sumbawa bagian timur pada posisi 118* 41’00 bujur timur dan 8*30’00 lintang selatan dengan batas wilayah sebelah utara kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima, Sebelah Timur Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Sebelah selatan Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima dan sebelah barat Teluk Bima. Luas wilayah Kota Bima adalah 222,25 Km2 yang terbagi dalam lima kecamatan yaitu kecamatan Rasanae Barat, Kecamatan Asa Kota, Kecamatan Mpunda, Kecamatan Rasanae Timur dan Kecamatan Raba.
Berdasarkan hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk 2010, diperoleh
jumlah penduduk Kota Bima adalah 142.443 orang, yang terdiriatas 69.841 laki-laki dan 72.602 perempuan. Dilihat sebaran penduduk,Kecamatan Raba mempunyai penduduk paling tinggi yaitu 34.756 orang; disusul
Kecamatan Mpunda 32.531 orang; Kecamatan Rasanae Barat 31.039 orang; KecamatanAsakota 27.931 orang; dan terandah adalah Kecamatan Rasanae Timur 16.196 orang.
Perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan (Sex Ratio) hasil Sensus
Penduduk 2010 Kota Bima adalah sebesar 96,20 persen, artinya jumlah penduduk
perempuan lebih tinggi 3,80 persen dibanding jumlah penduduk laki-laki. Dari 5 (lima) kecamatan yang ada sebagaian besar sex rationya dibawah 100 persen. Hanya
Kecamatan Asakota yang mempunyai sex ratio lebih dari 100 persen sebesar 101,19persen. Kecamatan yang mempunyai sex ratio terendah adalah Kecamatan Mpunda sebesar 89,95 persen. Artinya, penduduk perempuan di Kecamatan Mpunda lebih tinggi 10,05 persen dibandingkan penduduk laki-laki.Mata Pencaharian Penduduk Kota Bima didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian jasa kemasyarakatan yaitu 27,95 %, perdagangan Hotel dan Restaurant 23,34 %, pertanian 15,87 % dan pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 14,15 %.
Terbentuknya Kota Bima telah melalui serangkaian proses dan perjuangan panjang yang diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat melalui beberapa konsultasi public yang dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Bima dan kalangan perguruan tinggi di Bima. Kemudian Bupati Bima membentuk tim tehnis Peningkatan Status Pemerintah kota Administratif Bima yang bertugas melaksanakan kajian dan study kelayakan tentang persiapan daerah Kota Bima. Hasil tersebut, Bupati Bima mengeluarkan surat kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Dan pada tanggal 22 Pebaruari 2001 DPRD Kabupaten Bima mengeluarkan Keputusan Nomor 3 Tahun 2001 tentang Persetujuan Peningkatan Status Kota Administratif Bima menjadi Pemerintah Kota Bima. Proses demi proses dilakukan dan klimaksnya terjadi pada tanggal 10 April 2002, DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kota Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Peluang Dan Potensi Menanti
Kota Bima mempunyai potensi sumber daya alam yang didukung kondisi lahan dan iklim yang cocok untuk pengembangan pertanian. Potensi-potensi yang ada tersebut mendukung program-program yang dikembangkan di sector tanaman pangan, perkebunan dan peternakan guna menciptakan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat. Komoditas Utama tanaman pangan kota Bima adalah Padi, Jagung dan kedelai. Namun seiring perkembangan waktu, perlu dicermati pula penggunaan lahan pertanian untuk pemukiman dan perumahan. Harus ada kebijakan untuk menetapkan Lahan Abadi Hijau untuk terus mendukung eksistensi pangan di kota Bima.
Kota Bima juga memiliki potensi di sector kehutanan. Meskipun saat ini kondisi kawasan hutan sebagian berada pada kondisi kritis.Keberadaan Hutan memegang peranan penting dalam menjaga ekosistim disamping sebagai penyangga kehidupan masyarakat. Letaknya yang berada di pinggir teluk Bima, menjadikan Kota Bima juga memiliki Potensi sector perikanan dengan keberadaan wilayah pesisir laut yang dimiliki. Produksi perikanan budidaya pada tahun 2008 mencapai 553,10 ton yang terdiri dari budidaya tambak 508,50 ton, kolam/keramba 43.000 ton. Produk perikana yang berasal dari penangkapan laut 1.053.10 ton dan perairan umum 11.60 ton. Selain produksi ikan, produksi kelautan lainnya adalah rumput laut dengan luas 5 ha dan produksi rumput laut basah 38,40 ton.
Di bidang perhubungan dan transportasi, Kota Bima memiliki posisi yang strategis dalam pergerakan manusia dan barang, baik yang berskala regional maupun nasional. Pelayanan transportasi darat dan laut melayani mobilitas antar pulau. Transportasi darat dengan angkutan Bus melayani route antar kota dalam propinsi dan antar propinsi dengan tujuan kota-kota besar di pulau Jawa seperti Surabaya, Semarang dan Jakarta. Untuk pelayanan transportasi laut terdapat pelabuhan Bima yang dikelola oleh PT.Pelindo III Cabang Bima dengan route pelayaran antar pulau seperti Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.
Sektor Industri mempunyai peranan penting dalam kegiatan prekonomian. Industri yang ada di Kota Bima merupakan industri kecil dengan jumlah unit usaha sebanyak 768 unit dan menyerap tenaga kerja 1.959 orang. Jumlah industri yang dirinci menurut jenis kerajinan adalah industri kayu sebanyak 228 unit, Logam/Logam mulia sebanyak 113 unit, kain tenun 31 unit, makanan 230 unit, dan lain-lain jenis usaha masyarakat sebanyak 166 unit. Sementara itu, jumlah industri Rumah Tangga sebanyak 768 unit dan jumlah tenaga kerja sebanyak 2.959 orang.
Dari peluang dan potensi yang dipaparkan di atas yang paling berpeluang untuk dikembangkan kedepan adalah sector Industri dan Jasa. Karena posisi strategis Kota Bima telah lama dijadikan kota transit bagi kaum pendatang dari tiga titik yaitu Bali di sebelah barat, NTT di sebelah timur dan Sulawesi di sebelah utara. Pemberdayan dan penguatan pengembangan Industri kecil menengah seperti makanan dan kerajinan perlu dioptimalkan disamping sector lainnya seperti pariwisata, pertanian agro dan sector-sektor lainnya.
Selayang Pandang Kabupaten Bima
Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah otonom di propinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur pulau Sumbawa tepatnya pada posisi 70-30 lintang selatan dan 117-30 bujur timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
- Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Dompu
- Sebelah timur berbatasan dengan Selat Sape
Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 437,465 Ha atau 4.394, 38 Km 2 atau sama dengan 22,10 % dari wilayah Propinsi NTB, terdiri dari 18 kecamatan, 168 desa dan 419 dusun. Secara umum topografi Kabupaten Bima berbukit-bukit. Setiap wilayahnya mempunyai topografi yang cukup bervariasi dari datar hingga bergunung-gunung dengan ketinggian antara 0 -477,50 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010(SP 2010), jumlah penduduk kabupaten Bima adalah 438.522 orang, yang terdiri dari 218.280 laki-laki dan 220.242 perempuan. Kecamatan Sape merupakan kecamatan yang mempunyai penduduk terbanyak yakni sebesar 53.128 orang ( 12,11 Porsen), terbanyak kedua dan ketiga adalah kecamatan Bolo dan Woha yakni masing-masing sebesar 44.276 orang (10,10 Porsen) dan 43.868 orang (10.01 Porsen). Sedangkan
Kabupaten Bima beriklim tropis dengan musim hujan yang relative pendek yakni dari bulan Desember sampai dengan Maret. Sedangkan berdasarkan data kependudukan tahun 2007, penduduk Kabupaten Bima berjumlah 410. 322 jiwa, terdiri dari laki-laki 209.933 jiwa dan perempuan 200.389 jiwa.
Keadaan alamnya yang begitu indah, masyarakatnya yang ramah dan keunikan budaya lokalnya yang beranekaragam serta posisinya yang berada pada jalur segitiga emas daerah tujuan wisata Bali, Tanah Toraja dan Komodo telah menempatkan Kabupaten Bima sebagai daerah yang menyimpan sejuta pesona untuk dikunjungi para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Selayang Pandang Bumi Nggahi Rawi Pahu
Daerah Dompu berada di pulau Sumbawa bagian tengah, terletak diantara 117o42I – 118o30I Bujur Timur dan 8o6I – 9o 05I Lintang Selatan, dengan batas wilayah :
Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa
Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bima
Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores dan Kabupaten Bima
Di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
Pada masa sekarang luas wilayah Kabupaten Dompu 2.324,55 km termasuk Pulau Satonda yang statusnya masih dipersoalkan oleh Pemerintah Kabupaten Bima.
Dalam perkembangannya luas wilayah Dompu mengalami perubahan. Sebelum meletusnya Gunung Tambora tahun 1815 wilayah Pekat masih merupakan kerajaan tersendiri. Setelah Kerajaan Pekat musnah akibat meletus Gunung Tambora, maka wilayah Pekat menjadi wilayah Kesultanan Dompu.
Keadaan Alam
Sejak masa lalu daerah Dompu tersohor karena kesuburan dan kemakmurannya. Gunung-gunungnya selalu menghijau sepanjang waktu, ditumbuhi hutan lebat serta dihuni oleh beraneka ragam fauna seperti menjangan, kuda, kerbau dan lebah madu. Semua hasil hutan itu menjadi barang yang laris dalam percaturan niaga di wilayah Nusantara.
Selain sebagai sumber hasil alam, gugusan gunung yang mengelilingi daerah Dompu, merupakan sumber mata air yang amat berguna bagi kepentingan irigasi. Dari sumber mata air itu, terdapat banyak sungai yang akan mengalirkan air ke lahan pertanian yang subur dan luas terbentang antara kaki-kaki bukit.
Keadaan alam yang subur menjadikan Dompu sebagai salah satu daerah gudang beras di wilayah Nusa Tenggara bahkan di wilayah Indonesia bagian Timur.
Kekayaan alamnya yang melimpah inilah yang menyebabkan Dompu sering diserang dan diancam kedaulatannya oleh kerajaan-kerajaan lain pada masa lalu, seperti yang dilakukan oleh Majapahit pada Tahun 1357.
Pada akhir-akhir ini, kesuburan daerah Dompu kian berkurang. Kedudukannya sebagai daerah gudang beraspun mulai goyah. Semua ini terjadi karena ulah manusia. Gunung-gunung yang berhutan lebat dan menghijau sepanjang waktu, sebagai sumber kekayaan alam, kini wajahnya sudah berubah menjadi gunung tandus ditumbuhi ilalang. Sungai-sungai pun sudah tidak berair lagi, sawah-sawah yang terbentang luas semakin gersang dan luasnya pun kian berkurang karena banyak yang dialihfungsikan sebagai daerah pemukiman.